Rubrik:Kata Hati
• Tukang “Buruan “
Tubuh rentah kakek Safrin(79) dan nenek Fatimah(65) masih harus jalan hingga berkilo kilo meter menyusuri jalanan di Kota Palembang untuk mencari barang bekas yang dapat mereka jual, Dari satu bak sampah ke bak sampah lainya, Belum lagi mereka harus memikul karung bawaan berisikan barang bekas yang berhasil dikumpulkan seperti Plastik, Besi, Kardus dan lainya.
Demi menyambung Hidup aktivitas ini harus mereka jalani setiap harinya dari pukul 06.00 pagi hingga matahari terik , Dari sini penghasilan Kakek Safri dan Nenek Fatimah hanya mendapatkan penghasilan Rp.5000-Rp1000 perharinya tidak sebanding dengan kebutuhan hidup yang harus mereka keluarkan, Meskipun demikian mereka tetap tabah menjalaninya dan berusaha untuk terus berjalan meskipun sesekali mereka terpaksa menghentikan langkah kakinya untuk beristirahat sejenak melepas lelah dengan duduk dipinggiran jalan kota, mengingat usia mereka yang tidak mudah lagi nafas mereka sesekali terdengar sesak akibat keletihan yang mendera.
Wartawan Majalah Dahsyat Yulianto mencoba untuk mengajak mereka berbincang bincang dan menyempatkan diri berkunjung kegubuk reot yang mereka sebut rumah mereka yang berada di Jalan Let Simanjuntak No 13334 Pahlawan Kecamatan Kemuning Palembang, Digubuk berlantaikan tanah dan hanya diterangi oleh dua buah lampu minyak tanah Pasangan Lansia ini tinggal bersama satu dari ketiga putranya yang bernama Arsan, Arsan sendiri memiliki profesi yang sama seperti yang dijalani kedua orang tuanya.
“Dulu begawe jadi tukan nyadap karet upahan tapi sekarang dak kuat lagi buat begawe mudah mengas, jadi nyari burukan, Kalu dapet banyak dag jauh jalannyo tapi kalu dapet dikit tepakso nyari sampe RS SitiKholijah sano”Kata Safri sedikit terbatuk batuk.
“Dirumah ini tinggal betigo be dengan anak nomor duo, kalu yang laennyo lah kawen galo sudah ado Enam Cucung dari keduonyo, tapi kehidupan mereka jugo susah jadi Cuma pacak bantu bantu sini dikit, yo mainilah nak rumah nenek samo kakek ne, kalu hujan banjir, kalu malem banyak nyamuk tepakso pake kelambu tidoknyo mano katek listrik soalnyo dak katek duet nak bayar listrik”Tambah Nek Fatimah melanjutkan perkataan suaminya.
Dirumah berdindingkan kayu yang hampir roboh, belum lagi jika hujan datang rumah merekapun terendam air hingga setinggi 30 cm bahkan lebih sungguh keadaan yang sangat memprihatinkan, belum lagi soal penerangan dua buah lampu minyak tanah menjadi penerangan rumah mereka dibalik kesusahannya namun kita masih dapat melihat senyum diwajah mereka.
Dari kisah kakek Safri dan Nek Fatimah ada pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kesederhanaannya kakek Safrin dan Nenek Fatimah yang menjalani hidup ini dengan begitu sabar dan tetap berusaha tanpa mengenal kata putus asa (Yulianto/Dahsyat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar