• Diperlukan Intervensi Pemerintah
Tunjangan Hari raya-THR yang merupakan Hak dari karyawan yang dibayarkan perusahaan setiap tahunnya, dan merupakan jaminan sosial pekerja untuk memenuhi kebutuhan karyawan Berhari raya dan telah di tetapkan bagi perusahaan wajib membayarkan hak karyawan tersebut, Meskipun Hari Raya masih jauh namun permasalahan THR mulai bermunculan kepermukaan.
Kenyataannya sejumlah perusahaan mulai mulai memutar otak untuk menghindar dari kewajiban ini dengan berbagai alasan kelasiknya, Salah satunya dengan pemutusan Kontar kerja atau masa break yang diduga THR yang menjadi pemicu terjadinya Masa Break ini, dan kontrak kerja masih dijadikan senjata ampuh kepada karyawan seperti yang dilakukan salah satu perusahaan jasa diKawasan Jalan Kapten Arivai ini sejumlah karyawan yang terikat masa kontraknya sengaja diputus untuk menghindari pembayaran THR seperti yang dialami oleh sebut saja dika, orang tidak mau disebutkan namanya ini mengaku telah bekerja sebagai karyawan kontrak lebih dari Empat tahun diperusahaan itu dan telah mengalami masa break sebulan untuk yang kedua kalinya merasa sangat dirugikan atas tindakan ini namun ia juga mengaku tidak berani untuk melaporkan kejadian yang menimpanya disebabkan ia masih ingin bekerja ditempat itu mengingat sulit nya mendapatkan pekerjaan yang lain saat ini,khususnya bagi karyawan kontraknya masalah-masalah hak dasar/normatif (THR) yang semestinya didapat oleh buruh juga karena peranan pemerintah dalam hal ini DISNAKERTRANS yang kurang berfungsi dalam melakukan kontrol pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran pemberian THR terhadap buruhnya. sehingga suka tidak suka kaum buruh dipaksa untuk berjuang apabila menginginkan semua hak-haknya dapat terpenuhi dan diberikan oleh pengusaha.
THR mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/Men/1994. Menurut Peraturan Menteri (Permen) 04/1994, yang dimaksud THR adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagama
Setiap menjelang Lebaran kaum buruh di Indonesia selalu dihadapkan dengan permasalahan THR, Sangat ironis, lagi-lagi pihak buruhlah yang menjadi korban dan yang selalu saja dirugikan.
Menurut Pasal 2 Permen 04/1994, pengusaha wajib membayar buruh yang sudah bekerja secara berturut-turut selama 3 bulan atau lebih. Peraturan ini tidak membedakan status buruh, apakah buruh tetap, buruh kontrak, ataupun buruh paruh waktu. Asal seorang buruh telah bekerja selama 3 bulan berturut-turut, maka ia berhak mendapatkan THR.
Berikut ini beberapa paparan mengenai peraturan menteri tenagakerja dan transmigrasi yang mengatur soal THR. Berapa Besar THR yang harus didapat buruh? Bahwa besaran uang THR yang harus diterima seorang buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Permen 04/1994 dengan rumus sebagai berikut.
1. Masa kerja 12 bulan atau lebih : 1 x upah sebulan. (upah pokok + Tunjangan tetap)
2. Masa kerja 3-12 bulan : jumlah bulan masa kerja x 1 bulan upah
12 bulan Yang harus dicatat, ketentuan THR menurut Permen 04/1994 adalah ketentuan jumlah minimum. Apabila perusahaan memiliki aturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama, atau kesepakatan kerja yang memuat ketentuan jumlah THR lebih dari ketentuan peraturan tersebut, maka jumlah yang lebih tinggi yang berlaku. Sebaliknya, apabila ada ketentuan yang mengatur jumlah THR lebih kecil dari ketentuan yang diatur oleh peraturan tersebut, maka yang berlaku adalah ketentuan Permen 04/1994.
Sedangkan Kontrak Kerja telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan :
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban.
Perjanjian kerja menurut pasal 1601a KUH Perdata adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, majikan, selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah.
Dari bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa yang dinamakan Perjanjian Kerja harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu, dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali saja dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun. Untuk mengadakan perpanjangan pengusaha harus memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada buruh selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut berakhir.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diperbaharui hanya 1 (satu) kali saja dan pembeharuan tersebut baru dapat diadakan setelah 21 (dua puluh satu) hari dari berakhirnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut.
Penggunaan Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu dan bukan sebagai tenaga inti diperusahaan itu atau yang dimaksud:
- yang sekali selesai atau sementara sifatnya
- diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama akan selesai
- bersifat musiman atau yang berulang kembali
- yang bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan penunjang
- yang berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru atau tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat diadakan untuk semua pekerjaan, tidak membedakan sifat, jenis dan kegiatannya.
Syarat sahnya kontrak (perjanjian)
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada (Y/Dahsyat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar